This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Sabtu, 02 Februari 2013

Sop Ikan Batam Nagoya di Surabaya

Indonesia yang merupakan negara maritim memang kaya akan ikan. Surabaya juga merupakan tempat yang menjanjikan untuk bisnis kuliner berbahan ikan. Ikan tidaklah sulit dicari di sini. Selain bisa diolah dengan bumbu penyet, ikan juga bisa dimasak dengan bumbu berkuah.




Masakan Jawa Timur memang identik dengan pedas dan asin. Sehingga bila ada masakan dengan citarasa seperti itu, maka bisa dipastikan jika orang Jawa Timur akan menyerbunya lantaran sesuai dengan lidah mereka.

Sop Ikan Batam Nagoya yang merupakan makanan khas dari Batam itu ketika merambah Surabaya juga diserbu warga Surabaya. Pengunjung resto ini tak hanya dari Surabaya saja, beberapa diantaranya malah ada yang datang dari Sidoarjo, Malang dan Gresik pula. Terkadang ada pula pengunjung yang datang dari Sulawesi ke tempat itu bila mereka sedang ada urusan di Surabaya. Pertimbangan dipilihnya Surabaya sebagai tempat pengembangan dari resto ini juga didasarkan karena Surabaya merupakan kota kedua terbesar setelah Jakarta, dimana perputaran roda ekonomi berjalan dengan cepat sehingga daya beli masyarakat juga ikut bergerak cepat pula.

Jadi dengan fakta yang sedemikian ini maka tinggal kreatif-kreatifnya seseorang saja dalam menciptakan menu yang digemari masyarakat. Jika selama ini ikan kebanyakan dimasak dengan penyetan sambal atau menjadi bahan untuk pembuatan kerupuk ataupun abon maka kali ini resto tersebut mencoba menyajikannya dalam bentuk berkuah sebagai alternatif pilihannya.

”Surabaya itu identik dengan makanan yang pedas, makanya kami juga menyediakan varian menu yang mendekati selera orang Jatim di resto Sop Ikan Batam ini. Selain Sop Ikan Batam, sebagai alternatif menu lainnya kami juga menyediakan Sop Kepala Kakap dan Gulai Ikan Kakap yang bercitarasa mendekati masakan Jatim,”ujar Anwar Hidayat selaku operational manager dari Sop Ikan Batam Nagoya kepada Peduli.

Kendati merupakan usaha waralaba, namun penggunaan ikan di resto ini tidak langsung didatangkan dari Batam lagi. Semuanya menggunakan ikan-ikan yang ada di Surabaya. Hanya bumbu saja yang secara khusus masih didatangkan dari Batam. Ini sengaja dilakukan untuk menjaga kesegaran dari ikan yang menjadi bahan baku dari masakan ini. Meski berbahan ikan namun masakan yang ada di resto ini tidak menimbulkan rasa amis. Dengan bumbu yang sengaja dirahasiakan saat ditanya Peduli tapi yang jelas bau amis yang ada di ikan tidak terasa dalam masakan di resto ini. Pengunjung yang datang pun terbilang lumayan banyak. Dalam sehari resto yang kini ada di Tunjungan Plaza Mall I lantai 5 ini bisa menjual 80-90 porsi Sop Kepala Ikan yang berbahan dari ikan tengiri itu. Soal harga jual juga terbilang ramah di kantong warga Surabaya. Sop Ikan Batam dijual dengan harga 20 ribu, Sop Kepala Kakap 25ribu, Gulai Kepala Kakap 45 ribu, Tomyam 25 ribu, dan Nasi Goreng Sea Food dijual dengan harga 18 ribu.

Untuk menjaga kualitas mutu bahan dan rasa, di resto ini masakan baru di masak ketika pengunjung datang memesan makanan. Sebelum disajikan ke pengunjung bagian quality control akan mencicipi dulu masakan tersebut sudah sesuai belum dengan stadarisasi rasa yang sudah diberikan oleh pemilik waralaba ini atau belum. Bila rasa masakan dirasakan kurang dari standar maka bagian quality control akan meminta memasak ulang menu yang di pesan tersebut.

Saat ditanya oleh Peduli bagaimana kiatnya untuk menyisati harga jual makanan agar pelanggan tak kabur ketika terjadi kenaikan harga bahan baku masakan yang terkadang fluktuatif tergantung pada keadaan, pria asal Bogor berumur 36 tahun ini mengatakan kalau nilai kenaikan bahan baku tidak berkelanjutan maka kenaikan harga jual tidak perlu dilakukan.

”Paling kalau harga BBM naik aja yang mau nggak mau terpaksa harga jual menu ikut naik. Buat kami kalau selama ada profit, itu harga jual nggak perlu naik. Kecuali kalau sudah chaos gitulah baru ambil action harga jual menu baru naik. Karena kami bahan bakunya ikan semua jadi di sini nggak mungkin memberlakukan subsidi silang. Jadi naik satu ya naik semua. Tapi kalau kenaikan harga bahan baku yang sifatnya cuma sementara aja dan tidak berkelanjutan ya kami nggak menaikan harga. Misalnya pas lebaran yang lalu, harga ikan tengiri yang biasanya 1 kg cuma 36 ribu tiba-tiba naik menjadi 50 ribu, karena kenaikan ini cuma sementara dan kami masih ada keuntungan jadi kami tidak menaikah harga jual. Karena kenaikannya cuma sementara aja. Habis itu harga ikan kembali normal lagi,”katanya membeberkan kiatnya.[niken anggraini]

Pekerjaan dan Hobi Jalan Terus

Menjadi pekerja sekaligus menjadi pelaku usaha UMKM ternyata bisa dilakoni oleh perempuan yang satu ini. Disamping masih aktif menjadi juru warta disebuah tabloid yang terbit di Surabaya, istri dari Achmad Setyoadi ini juga getol menjadi wirausahawan kecil-kecilan menyeriusi usaha yang berawal dari hobinya sejak dulu.

Tak selamanya menjadi pekerja dan pebisnis tak bisa dilakoni secara bersamaan. Hal ini dibuktikan perempuan kelahiran Surabaya, 2 Februari 1982 silam ini. Usai berkosentrasi menulis berita, ia bisa saja segera beralih berkosentrasi membuat bros cantik untuk mempermanis penampilan seorang muslimah.




Dimata Rere Nia Achmad, jarum, benang dan kain perca bisa mencuri perhatiannya ketika ia penat dengan pekerjaannya. Meski bukan penjahit, tapi wanita yang pernah menulis buku Kisah Klasik Penyandang Disabilitas yang digagas oleh Peduli Difabel ini juga mahir mengubah guntingan-guntingan kain perca yang ada menjadi bentuk bros yang cantik.

”Menurut saya ini kegiatan yang sederhana. Mendesain bros, dijahit sana-sini, bisa jadi semacam pelarian lelah saya ketika bosan dengan pekerjaan,” ujar perempuan yang akrab dipanggil Rere ini kepada Peduli.

Ketika disinggung mengapa ia masih melakoni kegiatan mencari uang meski sudah memiliki penghasilan tetap tiap bulan, perempuan berzodiak Aquarius ini mengaku ingin mendapatkan tambahan penghasilan disamping mendapatkan penghasilan dari pekerjaan rutinnya sebagai kuli tinta saat ini.

”Saya pengen punya penghasilan tambahan tapi tidak menganggu pekerjaan rutin saya. Kan bisa jadi usaha untuk bekal hari tua,” imbuhnya.




Ide memulai usaha pembuat bros ini dimulai pada 19 September 2012 silam. Waktu itu ia ingin membuka bisnis online tanpa modal awal. Dia pun membangun butik virtual yang kala itu dikhususkan untuk menjual busana muslimah dan anak-anak melalui alamat blog di http://raniasuit.blogspot.com. Butik online itu diberi nama Rania yang memiliki arti cantik. Selain itu Rania juga merupakan kependekan dari namanya sendiri Radian R. Nia. Di butik ini, ia hanya menjadi perantara penjualan dari pemilik merek busana itu. Jika ada penjualan dari butiknya barulah ia mendapatkan keuntungannya.

Sayangnya perempuan yang juga terlibat dalam penulisan buku Entrepreneur Story hasil kompetisi menulis di Es Teler 77 ini tidak memiliki keahlian dalam berniaga dan menawarkan barang-barang dagangannya. Beruntunglah ia punya sahabat yang membantunya. Dari sahabatnya yang bernama Agustina itulah Rere mengaku banyak belajar berbinis. Mulailah ia menjadi reseller dari salah satu merek busana muslimah.

”Urusan penyediaan dan pengiriman barang dibantu oleh Mbak Tina (panggilan Agustina). Saya melayani customer yang order dan promo,” lanjut anak kedua dari tiga bersaudara.

Rupanya, blog Butik Online Rania mendapat respon positif. Butik ini banyak dikunjungi orang. Agar lebih bervariatif lagi barang-barang di butik onlinenya itu Rere pun menambah barang dagangannya dengan menjual bros-bros hasil karya teman-temannya. Lamban laun, Rere terpikir untuk memajang bros handmade-nya sendiri. Berbekal dari seringnya ia melihat cara membuat bros dari buku-buku dan berekperimen membuat bros sendiri maka munculah pemikiran untuk menjual bros buatannya itu. Dengan modal Rp 50.000 ia mulai kulakan bahan aneka kain untuk bahan membuat bros. Beruntung Rere memiliki ibu yang rajin mengumpulkan kain sisa dari menjahitkan baju. Ia juga memiliki seorang budhe yang bekerja sebagai penjahit, sehingga sisa kain perca bisa dihibahkan padanya. Dengan begitu biaya bahan untuk membuat bros lumayan tersedia.
”Jujur waktu itu saya nggak pede sama sekali menjual bros-bros buatan saya. Saya bukan orang yang expert membuat bros. Tapi justru teman saya membantu meyakinkan,”jelasnya.

Perempuan yang mengaku doyan makan bakso dan mie ayam ini tidak menyangka kalau bros-bros buatannya yang berbagai model itu akhirnya mendapat sambutan yang bagus dari khalayak. Dari waktu ke waktu grafik penjualan brosnya semakin naik. Agar pelanggan tak kecewa Rere pun berusaha memprioritaskan kualitas bros handmade-nya ketimbang kuantitas barang produksi. Bros-bros ini diberi label Rania sama dengan nama butiknya.

Selain berjualan secara online pemilik kulit sawo matang ini juga giat membawa bros-bros buatannya saat ia pengajian. Dari berjualan di pengajian ini juga rasa percaya diri Rere makin berkembang. Respon positif dari pembeli makin meyakinkannya kalau bros buatannya sangat diminati pasar. Ia pun gencar mengikuti sejumlah bazar yang ada di dalam dan luar kota. Bahkan hingga keluar pulau. Butik online dan bros handmade Rania juga menjadi sponsor acara. Aneka bros-bros cantik dari bahan kain kaos, katun, sifon dan flanel dipadu dengan kancing bikinannya ini dijual di mall, pusat perbelanjaan, toko souvenir dan busana yang ada di Surabaya dan Sidoarjo.

”Sebagai pemula didunia bisnis, ini adalah langkah kecil yang menyenangkan. Semua tidak lepas dari doa orang-orang baik di sekeliling saya, dan yang utama izin suami dan ridha Allah SWT,” ungkapnya.

Ketika ditanya soal harga jual, wanita yang belum dikaruniai keturunan ini menyebutkan harganya ramah dikantong. Murah tapi tidak murahan, begitu dia menegaskan. Pembelian grosir atau minimal 12 buah, harga terendah Rp 3000 perbuah.

”Saya sengaja melayani grosir karena ada beberapa pembeli yang ingin menjual kembali bros-bros Rania. Klik saja di facebook Rania Suit Suit atau blog-nya,” kata Rere setengah berpromosi.[niken anggraini/foto dok:pribadi]