This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Selasa, 24 Januari 2012

Ke Tanah Suci Naik Kuda Kayu

Zaman dulu, setiap rumah tangga yang memiliki anak kecil bisa dipastikan akan memiliki mainan kuda kayu. Mainan berbahan dasar kayu dan bisa bergoyang ini sempat menjadi mainan favorit anak tahun 80-an. Kini mainan modern terus membanjir. Kuda kayu pun terpinggirkan. Meski begitu, masih ada beberapa orangtua yang berminat membelikan anaknya mainan kuda kayu ini. Suhartoyo mulai membuat mainan kuda kayu sejak tahun 1959.

’’Awalnya saya dulu cuma iseng saja membuatkan anak saya mainan kuda kayu dari bahan kayu bekas, karena nggak mampu beli mainan mahal,’’ terang pria berusia 55 tahun ini.

Melihat hasil karya Yoto –demikian ia akrab dipanggil, para tetangganya pun tertarik dan mulai memesan untuk dibuatkan mainan kuda kayu. Sejak saat itu Yoto dikenal sebagai perajin mainan kuda kayu yang andal hingga pada tahun 1959 ia memutuskan untuk serius membuat mainan ini dalam jumlah yang besar dan memasarkannya di sepanjang Jl. Kemuning Surabaya.

Nyaris tanpa Modal

Saat ditanya modal awal usaha tersebut, Yoto hanya garuk-garuk kepala. ’’Saya lupa, karena ketika itu kayu saya dapatkan gratis dari bekas peti kemas. Saya hanya butuh cat, ampelas, dan paku saja. Ya sekitar Rp 20 ribuan-lah kalau dihitung kondisi sekarang,’’ urainya.

Usaha ini sempat mengalami masa jaya pada tahun 80-an. Dalam sehari ia mampu menjual kuda kayunya antara 10-20 buah. Bahkan ia sempat merasakan pergi haji bersama istrinya berkat keuntungan yang ia peroleh dari memroduksi kuda kayu ini. Ia juga pernah memiliki 5 orang karyawan.

Seiring berjalannya waktu dan banyak bermunculannya mainan modern, usaha ini memang semakin suram. Kini Yoto hanya punya 1 karyawan saja. Meski begitu Yoto yang masih terlihat energik ini optimistis mainan ini tetap mendapatkan tempat di hati orangtua dan anak-anak. Buktinya, dalam sepekan ia masih mampu menjual kuda kayunya antara 3 - 10 buah.

’’Usaha ini ramai kalau pas musim liburan sekolah. Selain itu juga saya sering dapat pesanan dari sekolah playgroup dan TK,’’ terangnya.

Pertaruhkan Kreativitas

Kuda kayu miliknya dijual dengan harga Rp 85 ribu untuk yang ukuran kecil. Sedangkan ukuran tanggung dihargai Rp 100 ribu. Ada pula ukuran besar sesuai pesanan yang dihargainya Rp 120-150 ribu. Yoto mengambil untung antara 10-20% dari harga jual tersebut.

Kini, Yoto mulai berkreasi dengan membuat aneka bentuk binatang selain kuda. Misalnya saja unta, jerapah, kuda nil, hingga dinosaurus.

’’Saya mesti kreatif mengganti model binatang seperti ini biar anak-anak tetap senang dengan mainan ini,’’ pungkasnya. [KD]

Nama Pengusaha: Suhartoyo
Jenis usaha: kerajinan kuda kayu
Modal awal: Rp 20 ribu
Biaya operasional: Rp 500-750 ribu
Jumlah karyawan: 1 orang
Omzet per bulan: Rp 1 juta
Kiat sukses: harus terus kreatif dan selalu optimis

Perajin dan Pedagang Furniture Rotan

Teruskan Bisnis Sang Kakek

Jiwa wiraswasta telah tertanam pada diri Prasetyo sejak kecil, karena kakeknya. Meski baru berusia 20 tahun, pria yang akrab dipanggil Pras ini telah dipercaya meneruskan usaha rotan yang ditekuni dari kakek hingga ayahnya sekitar 20 tahun lalu. Setiap hari, Pras yang memiliki usaha kerajinan rotan memulai aktivitasnya membuat furniture dan kerajinan rotan di kawasan Jl. Ahmad Yani Surabaya. Menjelang siang ia harus membuka dan menunggui show room yang kedua di Jl. Kusuma Bangsa.
’’Aktivitas saya setiap hari ya seperti ini. Pagi ngontrol pembuatan di Jl. A Yani, kalau sudah beres nungguin show room yang satunya di Jl. Kusuma Bangsa sampai jam 9 malam,’’ terang Pras yang mengaku hanya lulusan SMU ini.

Modal

Saat ditanya modal yang dibutuhkan untuk membuat usaha ini, Pras mengaku tak ingat. ’’Kalau saya ingat zaman dulu kakek saya sampai jual sepeda untuk membuka usaha ini. Ya, mungkin kalau sekarang sekitar Rp 300 ribu untuk modal awal,’’ terangnya.

Usaha yang ditekuni kakeknya kemudian diwariskan ke ayahnya, baru pada tahun 2000 usaha ini dilanjutkan olehnya.

Pras yang memiliki 3 pegawai ini mampu membuat aneka furniture dan kerajinan rotan seperti satu set meja-kursi tamu, lemari, rak, aneka keranjang hingga mainan hulahop. Menurutnya, usaha ini awalnya adalah membuat holahop.

’’Zaman dulu hulahop masih menjadi mainan favorit jadi penjualan hulahop cukup lumayan. Tapi sejak penjualan menurun keluarga saya mulai mengembangkan ke bisnis pembuatan furniture dan keranjang,’’ urainya.

Keranjang Parcel

Pada tahun 1990 saat parcel mulai ramai dibuat dengan menggunakan keranjang rotan, usaha yang dijalani Pras pun banjir pesanan. Selama bulan Ramadhan, ia mampu membuat keranjang rotan parcel hingga 3.000 buah. Sedangkan untuk Natal, ia bisa membuat keranjang rotan parcel hingga 1.000 buah.

Sayangnya pesanan tersebut semakin merosot setelah adanya aturan para pejabat dilarang menerima parcel. ’’Sedih juga, tapi mau bagaimana lagi,’’ Pras pasrah saja. Untuk Ramadhan dan Natal tahun ini ia mengaku mendapatkan order sekitar 1.000 - 1.500 keranjang rotan parcel. Uniknya, order tersebut justru banyak didapatkannya dari luar Jawa seperti Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara.

Ia menjual keranjang parcelnya mulai Rp 6 ribu hingga Rp 25 ribu. ’’Yang paling mahal itu model keranjang susun dengan kerangka besi,’’ sambungnya.

Keuntungan

Setiap 1 keranjang, Pras bisa memperoleh keuntungan antara Rp 3 ribu sampai Rp 10 ribu, tergantung berapa banyak pesanan keranjang yang diterimanya. Semakin banyak keranjang yang dipesan, ia akan menurunkan harganya.

Selain keranjang, Pras juga banyak mendapatkan pesanan order furniture. Pras menjual 1 set meja-kursi tamu tanpa bantal mulai Rp 450 ribu, sedangkan yang menggunakan bantal ditambahkan biaya pembuatan bantal seharga Rp 200 ribu. Tak hanya itu, ia juga sering menerima order pembuatan almari, rak, hingga keranjang pikulan makanan.

Sayangnya, meski hasil karya Pras bercita rasa seni tinggi, ia belum pernah bertansaksi dengan pembeli dari mancanegara.

’’Kalau yang beli bule atau orang asing lainnya belum pernah. Tapi kalau yang beli orang sini trus dijual ke negara lain, saya nggak tahu,’’ ungkapnya polos.

Pria yang memiliki kiat kerja ulet dan trampil ini tak berharap muluk. Baginya, bisa menggaji karyawannya saja sudah cukup buatnya. Ia hanya berharap pemerintah bisa meninjau kembali larangan menerima parcel agar ia bisa menerima order keranjang parcel seperti dulu lagi. [KD]




Jenis usaha: kerajinan dan penjualan furniture rotan
Modal awal: Rp 300 ribu
Omzet per bulan: Rp 1,5-5 juta
Biaya operasional: Rp 1,5 juta
Jumlah karyawan: 3 orang
Kiat sukses: ulet dan trampil

Pedagang Es Buah ’Kagetan’ Untungnya 100 Persen

Istilah ngabuburit begitu terkenal saat Bulan Ramadan tiba. Memang asyik, menjelang buka puasa berjalan-jalan bersama pacar, kawan, atau keluarga kemudian disambung dengan acara buka puasa bersama.

Salah satu tempat jujugan ngabuburit di Surabaya adalah di kawasan Masjid Al-Akbar Surabaya. Masjid terbesar di Indonesia timur saat Ramadan sore hari bak pasar kaget. Para penjual tumplek blek menjajakan dagangannya. Rata-rata mereka berjualan barang-barang keperluan puasa dan lebaran, seperti misalnya busana, peralatan dapur, makanan kering, makanan dan minuman untuk buka puasa. Bahkan, counter penjualan sepeda motor pun ada.

Salah seorang pedagang yang memanfaatkan momen ini adalah Rusminah. Perempuan 40 tahun asli Surabaya ini sudah sejak 2001 alih profesi dari pedagang bubur ayam ke pedagang aneka es untuk takjil.

Dengan Rp 1.500, kita bisa menikmati es buatan Rusminah. Ada es kopyor, es buah, es campur, es dawet hingga es blewah.

’’Tiap Ramadan saya selalu jualan di sini. Karena untungnya lumayan,’’ ungkapnya.

Bermodalkan Rp 30 ribu per hari, setiap harinya Rusminah mengantongi hasil penjualan Rp 60-65 ribu. Itu berarti, keuntungannya 100 persen-nya modal. Bila setiap hari Rusminah berjualan, maka dalam sebulan ia mengantongi laba bersih sebesar Rp 900 ribu.

Tentu saja inilah yang membuat Rusminah tak pernah absen berjualan es saat Ramadhan tiba. Selain es, ia tetap menjajakan bubur ayamnya dan berjualan minuman tradisional buatan sendiri. Sebut saja es sinom, es kunyit asam, dan es beras kencur. Es tradisional tersebut dihargainya Rp 2.500 per gelas. Rusminah dengan segenap upayanya tergolong orang yang mendapatkan berkah bulan Ramadan. [KD]

Jenis usaha: Berdagang es
Modal awal: Rp 30 ribu/hari
Omzet per bulan: Rp 900 ribu
Kiat sukses: ulet dan sabar

Kamis, 12 Januari 2012

Mewadahi Naluri Dagang Siswa

--jual-beli [foto; am]

Naluri manusia untuk berdagang sebenarnya sudah mulai muncul sejak usia sangat belia. Lihat saja bagaimana anak-anak senang bermain “pasaran” dalam permainan mereka. Dengan benda-benda seadanya mereka memainkan peran sebagai pedagang dan pembeli. Ternyata aktivitas jual-beli beli pada anak ini tidak berhenti pada permainan saja. Banyak anak usia sekolah dasar yang mulai melakukan aktivitas dagang kecil-kecilan. Biasanya aktivitas ini diawali dengan ketertarikan teman sekelas atau teman mainnya terhadap benda yang dimilikinya.

Dari sinilah aktivitas dagang anak dimulai. Dalam perkembangannya tak hanya barang yang diminati oleh temannya saja yang dijajakan. Barang-barang lain mulai diperkenalkan sehingga hukum dagang di sini mulai berlaku. Bahkan sering terjadi, aktivitas ini menyedot perhatian banyak siswa, sehingga menganggu keberlangsungan proses belajar-mengajar di kelas.

Gejala semacam ini banyak ditemui di sekolah-sekolah di berbagai kota. Termasuk di SD Tumbuh, sebuah sekolah dasar inklusif yang berdiri di Yogyakarta tiga setengah tahun lalu. Berawal dari aktivitas siswa yang melakukan jual-beli di sekolah, para pendidik kemudian membuat sebuah aktivitas insidental yang diberi nama pasar anak. Aktivitas ini biasanya dilakukan pada hari Sabtu, ketika kegiatan belajar-mengajar sekolah libur. Dengan diwadahinya aktivitas jual-beli dalam pasar ini, SD Tumbuh tidak lagi memperbolehkan siswanya melakukan jual beli selain dalam forum tersebut.

Berbeda dengan aktivitas jual-beli di kelas dimana anak dapat menjual apa saja kepada teman-temannya, dalam pasar anak, para siswa dibatasi hanya boleh menjual barang-barang kreasi mereka. Sebab selain sebagai wadah pendidikan kewirausahaan, pasar anak juga dimaksudkan untuk menggali dan mengembangkan potensi siswa. Tak heran jika jenis dagangan di pasar ini seperti, lukisan, hiasan meja, kartu ucapan, origami, celengan kardus, hingga makanan dan minuman tak dapat ditemui di pasar lain.

Selain diajak menjual hasil karya, anak-anak juga dituntut untuk membuat rencana dan laporan aktivitas dagang mereka. Perencanaan dan pembuatan laporan ini melainkan diintegrasikan dalam pelajaran lain. Dengan demikian anak tak hanya bersenang-senang ikut meramaikan pasar, melainkan juga diajarkan membuatkan perhitungan agar jual-beli yang mereka lakukan dapat meraih keuntungan.

Farrel, siswa kelas III mengaku senang mengikuti pasar anak.
“Dapat 30 pelanggan,” jawabnya ketika ditanya berapa buah es lilin dagangannya yang terjual. Sementara itu Nana, orang tua murid yang anaknya tak pernah absen setiap pasar anak digelar, menuturkan bahwa aktivitas ini bagus sebagai media pendidikan kewirausahaan anak.

Selain Nana, secara umum orang tua siswa menyambut baik aktivitas ini. Dengan demikian anak tak hanya belajar teori di dalam ruang kelas saja. Lebih dari itu mereka juga diajarkan untuk menerapkan ilmu yang didapat di kelas dalam kehidupan nyata. Sekalipun setelah pasar usai, para pedagang cilik ini membagi-bagikan dagangan yang tak terjual, mereka telah belajar secara langsung tentang kaidah jual-beli, nilai mata uang, dan pergaulan dalam aktivitas yang baru saja mereka jalani. (am)

Memberdayakan Orang-Orang Difabel


Anda pasti terpesona saat memandang aneka bentuk tas yang anda lihat pada halaman ini. Namun anda akan lebih terpesona lagi saat tahu bahwa tas-tas cantik yang anda saksikan tadi adalah tas buatan para penjahit penyandang cacat yang dibawahi oleh Titi Winarti dibawah bendara Tiara Handicraft yang didirikannya sejak tahun 1995 lalu. Ditemui Peduli di kediamannya di daerah Sidosermo Indah II/5 Surabaya, ibu empat putra ini banyak mengisahkan seputar awal karirnya di tahun 1995 silam. Ditahun itu, ia yang sehari-harinya seorang ibu rumah tangga merasakan perlunya sedikit memperbaiki perekonomian keluarga. Saking ingin memperbaiki perekonomian keluarga plus keterbatasan modal yang dimilikinya ia sampai mengawali karir usahanya dengan mendaur ulang barang-barang bekas yang ada di dapur rumahnya.

Ketemulah ia dengan kaleng-kaleng bekas susu untuk anaknya serta sejumlah botol bekas selai yang sudah mulai menumpuk di dapur rumahnya itu. Melihat benda-benda itu ia tertarik untuk mengolahnya agar bisa menjadi barang yang bisa dimanfaatkan lagi. Maka dimulailah karir usahanya dari sana .

”Kaleng bekas susu, botol selai, itu saya perbarui dengan saya modifikasi lagi agar tidak sekedar menjadi wadah saja, tapi wadah yang juga bisa ditampilkan nilai cantiknya pula. Misalnya untuk tempat permen. Itu sebelum musimnya toples hias seperti sekarang ini ya? Saya merintisnya dengan hal itu,”tutur istri dari Yudha Dharmawan ini memaparkan kepada Peduli.

Sambil mengasuh anaknya yang pertama, ibu dari Ade Rizal (16), Tamziz Aribowo (14), Alem Maulana Alana ( 9) dan Agraprana (2) ini mendaur ulang kaleng bekas susu dan kaleng bekas selai tadi menjadi barang yang punya nilai seni sehingga bisa dijual lagi.

”Kaleng bekas tadi saya bungkus lagi dengan kain. Terus saya kasih renda-renda, atau saya lilit dengan tampar gitu. Saya juga melibatkan anak saya. Sambil menjaganya, saya ajak dia main-main sama anak-anak tetangga. Mereka saya rangsang untuk memasang kerang-kerang kecil ke atas kaleng tadi. Kebetulan tetangga saya ada yang sedang membangun rumah, saya ajak mereka mencari kerang-kerangan di pasir itu, mereka saya ijinkan untuk menempel-nempel kerang tadi diatas kaleng susu. Soalnya tempelan anak-anak dengan kita itu ada bedanya. Kalau kita membuat tempelan cenderung lurus. Kalau anak-anak berbelok-belok. Tapi justru disitu indahnya, karena jadi terlihat natural,” jelasnya.

Setelah produk-produk tadi jadi akhirnya ia mencoba memasarkannya sendiri. Lantaran pangsa pasar Surabaya yang kurang begitu bisa menghargai barang bernilai seni akhirnya Titi justru menjual barang-barang dagangannya tersebut di Bali . Di saat mengunjungi salah satu adiknya, ia pun akhirnya membawa barang-barang daur ulangnya tadi kesana. Ia mendatangi salah satu hotel yang mempunyai gerai art shop. Disana ia mencoba menawarkan kaleng bekas tadi.

”Saya banyak belajar dari para sales. Disaat saya antri menawarkan produk saya di hotel tersebut, ternyata disaat itu banyak para sales yang juga menawarkan produk mereka. Disaat mereka maju menemui manager penjualan itu saya simak betul apa saja yang mereka katakan. Saya pelajari teknik bicara mereka itu pada manager tersebut. Dan, ilmu itu akhirnya saya terapkan pada saat giliran saya yang maju menemui manager penjualannya. Alhamdulillah produk saya diterima, karena di Bali produk daur ulang justru lebih mereka hargai dan bernilai seni. Justru beda dengan di Surabaya . Mereka cenderung mengganggap ini kan barang bekas kenapa dijual mahal. Harusnya murah, karena cuma bekas,” terangnya.

Beralih ke Produk Rumah Tangga

Setelah sekian waktu akhirnya Titi mencoba untuk mengalihkan usahanya yang tadinya cuma berkutat pada kaleng bekas tadi pada usaha rumah tangga. Pasalnya waktu itu barang daur ulang sudah mulai kurang diminati pasar lagi sebab toples-toples hias cantik mulai menjadi bisnis baru yang menarik pasar. Maka Titi pun mulai beralih bisnis. Ia melirik untuk berbisnis aneka pelengkapan rumah tangga seperti taplak, sarung bantal, gorden, tas dan aneka bentuk lainnya. Dengan modal uang sebesar 500ribu dan sebuah mesin jahit tua dimulailah usahanya di jalur tekstil ini.

”Betul modal awal saya cuma 500ribu saja sama sebuah mesin jahit. Mesin itu pemberian ibu mertua saya. Diberikan pada saya karena mesin jahit itu sudah pernah ditawar sama tukang loak senilai sepuluh ribu rupiah saja. Jadi bisa dibayangkan bagaimana kondisi mesin tersebut saat itu. Karena ditawar cuma segitu akhirnya sama ibu mertua diberikan pada saya. Karena itu merupakan barang peningset dari mertua laki-laki saya saat menikahi ibu mertua saya makanya tidak jadi dijual. Dengan harapan semoga saya bisa merawat dan menjadikan mesin itu bernilai guna. Dengan begitu saya jadi punya keinginan kuat untuk mewujudkannya. Saya yang semula tidak bisa menjahit sama sekali jadi mau belajar menjahit seiring waktu,”imbuhnya.

Sebagai langkah awalnya dimana ia yang semula tidak bisa menjahit mula-mula ia memperkerjakan seorang penjahit yang merangkap sebagai tukang potong. Ia pun mulai membuat barang-barang perlengapkan rumah tangga. Dan menawarkannya kepada beberapa pihak. Ketika dagangannya laku ia pun mencoba bekerja sama dengan sejumlah penjahit binaan agar bisa memenuhi semua permintaan. Ia pun sempat bermitra dengan ibu-ibu PKK dan sejumlah karang taruna dari tingkat wilayah hingga sampai propinsi untuk menangani produksinya ini.

Dari hari ke hari usahanya ini kian maju saja, maka ia pun menjadikan rumahnya sebagai sentra usaha. Untuk meningkatkan serta mengawasi mutu penjualan maka ia pun merekrut sejumlah tenaga kerja dengan memasang iklan di koran. Semula tidak ada rencana dari Titi untuk memperkerjakan seorang penyandang cacat seperti yang sekarang ini.

Kalau pun ada dua orang karyawannya yang menyandang cacar tangan dan kaki pada saat usahanya saat itu sedang berjalan namun menurutnya itu terjadi tanpa sengaja. Hingga ia mengaku suatu saat ia mendapatkan teguran dari Allah yang pada akhirnya membuka mata hatinya untuk memperkerjakan para penyandang cacat ini.

”Ketika saya bermitra dengan tenaga kerja umum itu, saya mendapatkan teguran dari Yang Maha Kuasa. Dimana sebetulnya dari waktu ke waktu saya sudah diingatkan.bahwa saya itu selalu punya tenaga kerja yang cacat. Satu atau dua orang gitu. Tapi saya tidak pernah memandang kekhususan mereka itu sebagai hal yang memprihatinkan atau satu bentuk perhatian khusus gitu. Saya menganggapnya itu wajar saja karena daripada saya sekedar memberi uang gitu kan lebih bagus kalau mereka saya libatkan atau saya perkerjakan disini. Itu lebih baik karena sifatnya memberi pembinaan. Hanya itu saja awalnya,”ceritanya.

Namun suatu kali ada sebuah kejadian yang membuatnya jadi berubah pikiran dan berbalik arah untuk mau memperkerjakan tenaga kerja penyandang cacat saja.

”Tahun 99, ketika saya memperkerjakan tenaga kerja umum itu, suatu hari tenaga kerja saya itu keluar kerja dari tempat saya, semuanya di saat yang hampir bersamaan begitu. Bisa dibayangkan kala seorang pengusaha kehilangan tenaga kerjanya sekaligus begitu apa yang terjadi kan ? Produksinya kan jadi nggak jalan. Macet. Lumpuh produksi. Saat itu saya sudah kesel, mangkel juga karena sudah capek-capek ngajari mereka supaya bisa ini itu kok tiba-tiba saja begitu mereka sudah mahir kok langsung keluar begitu saja. Ini nggak fair. Saya bahkan sampai berniat untuk menutup saja usahanya saya ini,”kenangnya dengan nada setengah putus asa.

Tapi akhirnya niatan menutup usahanya itu jadi urung ketika kedua tenaga kerjanya yang penyandang ccat itu menemuuinya.

”Ini mungkin sudah menjadi rencana Tuhan dipukullah saya dengan cara itu, terus saya didekatkan sama mereka yang selama ini saya pandang sebelah mata. Mereka mensupport saya, mereka bilang gini,’Ibu jangan menutup usaha ini karena masih banyak teman-teman kami yang sama cacatnya seperti kami membutuhkan orang seperti ibu untuk memperkerjakan kami,’Ya Allah ini ternyata yang menjadi salah satu dari rencana terindah-Nya untuk saya. Saya sampai manangis saat itu,”lanjutnya lagi.

Akhirnya dengan dibantu dua tenaga kerjanya yang tadi Titi pun akhirnya bisa mengumpulkan tenaga kerja lagi. Ia pun giat melatih para tenaga kerja yang penyandang cacat tangan dan kaki itu untuk menjadi tenaga kerjanya yang sama terampilnya seperti tenaga kerja umum yang normal itu. Mereka diajari memotong kain, menjahit, memasang payet, menyulam hingga berdagang. Kini di kediamannya itu tinggal 25 tenga kerja penyandang cacat yang setiap hari juga bekerja di tempat itu. Selain bekerja di tempa itu Titi juga menjadikan kediamannya sebagai tempat tinggal para tenaga kerjanya tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk membina mental mereka juga. Sebab menurutnya tidak mudah membentuk mental seseorang untuk berjiwa tanguh dalam berwirausaha. Jika orang dengan kondisi fisik normal saja sudah sering dihinggapi rasa putus asa saat mengetahui usahanya gagal maka menurutnya penyandang cacat ditakutkannya lebih dari itu. Untuk itulah membina mental mereka sangat diperlukan sekali dalam hal ini.

”Berkat support 2 orang tenaga kerja saya yang tadi tenaga kerja saya sekarang jadi banyak bahkan pernah booming sampai saya memperkerjakkan 70 orang. Kalau sekarang sih cuma 25 orang saja, karena ada yang sudah mandiri dengan membuka usaha sendiri atau pindah kerja ke tempat lain begitu. Mereka ini datang dari berbagai daerah Situbondo, Bondowoso, Malang , Banyuwangi, Tuban, Cilacap, Lamongan , Nganjuk, Cepu dan Kaltim,”terangnya

Kini setelah sekian tahun malang melintang di bisnis ini Titi bisa sedikit bernafas lega. Hasil kreasi para tenaga kerjanya yang penyandang cacat itu juga sudah bisa dijual sampai ke luar negeri seperti Belanda dan Brasil.

”Alhamdulillah paling tidak itu sudah jadi ukuran bahwa produk mereka dapat pengakuan sampai di sana. Jadi kualitas dan kemampuan produksinya sudah diakui sampai di kalangan mereka tersebut. Kalaupun saya ditanya apa hambatannya itu hanyalah hambatan produksinya saja misalnya kalau menggunakan tenaga kerja umum bisa dikerjakan satu orang saja kalau di tempat saya itu harus dikerjakan oleh beberapa orang begitu. Tapi ya itu bukanlah masalah besar,” ujar peraih Woman of The Year, ANTV Televisi Nasional, 2005 ini bahagia.(naskah:niken/foto:niken dan dok.pri)

Tiara Handicraft
Office and workshop
Sidosermo Indah II/5
Surabaya-60239
Hp : 081553251748, telp 031-8437014
Email: tiara_hcraft_id@yahoo.com
www.tiarahandicraft.com
produk:
busana, perlengkapan rumah (taplak, sarung bantal, gorden, dll)asesoris (berbagai tas dan pernik wadah) dan produk lain dr tekstil

Penghargaan:
-Penghargaan dari Gubernur, Model Teladan Masyarkat Sosial, 2005
-Penghargaan untuk Wanita Paling Terkemuka, Plaza Semanggi, 2005
-Woman of The Year, ANTV Televisi Nasional, 2005
-Penghargaan dari Presiden Republik Indonesia, 2005
-Penghargaan Desain Tekstil oleh Menteri Perdagangan, 2005
-Penghargaan untuk Prestasi Membela Kaum Tuna Daksa oleh Menteri Sosial, 2005
-Penghargaan untuk Membela Kaum Tuna Daksa, Konferens Tuna Daksa, 2005
-Penghargaan Micro Entrepreneurship, United Nations/PBB, 2004
-Penghargaan sebagai Prestasi Terbaik bagi Wiraswasta Kecil dan Menengah oleh State Power Co 2004
-Penghargaan Daerah, 2004
-Penghargaan oleh Walikota, Wiraswasta Kecil atau Menengah Terbaik, 2002

Rabu, 11 Januari 2012

Bisnis Salon Kecantikan

Butuh Keterampilan, Strategi dan Ketelatenan


Modal, keterampilan dan strategi pemasaran yang optimal merupakan syarat mutlak yang dibutuhkan saat anda membuka suatu usaha. Begitu pula bila anda ingin menggeluti bisnis salon kecantikan. Bisnis ini termasuk bisnis dengan pendapatan yang tidak dapat diprediksi. Tanpa ketiga hal tersebut, sangat mustahil bisnis ini mampu bertahan.
Membuka salon kecantikan sepertinya terlihat mudah. Sebagian orang berpikir bahwa mengelola bisnis ini hanya dibutuhkan peralatan dan tenaga saja. Padahal, bisnis salon kecantikan merupakan bisnis ‘elit’. Pertama, karena bisnis ini membutuhkan modal yang tidak sedikit.

Untuk membuka salon sederhana dengan memanfaatkan rumah sendiri saja (tanpa sewa tempat), dana yang dibutuhkan berkisar Rp 10 juta hingga Rp15 juta. Modal tersebut paling banyak dipakai untuk membeli alat-alat salon yang sudah modern menggunakan tenaga listrik seperti steamer, hair dryer, catok, alat facial, alat keramas dan masih banyak lagi. Belum lagi perlengkapan pendukung lain seperti gunting, macam-macam sisir, meja rias, kursi, rak, kaca, dan etalase. Dan, berbagai obat-obat kimia yang dipakai seperti bahan keriting, creambath, facial, make-up dan sebagainya.

“Memang ada yang dijual dengan harga miring contohnya peralatan salon. Tapi, barang-barang murah itu justru cepat rusak. Kalau sudah rusak begitu malah membutuhkan biaya ekstra karena harus membeli peralatan lagi,” ujar Inge Magdalena, Kepala Sekolah Tata Rias dan Salon Rudy Hadisuwarno.

Kedua, dibutuhkan keterampilan dan kemampuan menata rambut dan kecantikan yang juga mahal. Sebelum membuka usaha salon kecantikan, anda harus memiliki keterampilan yang bagus tentang tata rias rambut, wajah dan tren kecantikan. Dan semua itu hanya dapat diperoleh dari pendidikan formal yang harga yang tidak sedikit.


“Di sekolah ini misalnya, untuk menguasai dasar-dasar potong rambut, pewarnaan, keriting, sanggul dan rebonding butuh waktu belajar selama 4 bulan dengan biaya sekitar Rp 4 juta untuk level pertama. Pada tahap ini sebenarnya sudah bisa membuka bisnis salon kecantikan, tapi belum maksimal karena orang tersebut beru memiliki kemampuan dasar saja,” sambung Inge.

Nah, untuk belajar ke tingkat lebih mahir, bisa melanjutkan ke tingkat lanjutan yakni level 2 dan 3. Siswa yang lulus 3 level ini setara dengan lulusan Diploma 3. Sehingga
menurut Inge, di Jakarta sendiri telah tersedia kuliah lanjutan (S1) bagi yang ingin melanjutkan ke jenjang sarjana.

Selain keterampilan tata rambut si pemilik juga menguasai tata rias pengantin adat dan Eropa beserta tata cara adatnya atau menyediakan jasa spa. Karena biasanya, justru di bidang itulah yang banyak dibutuhkan oleh masyarakat.

Ketiga, butuh strategi yang matang agar salon tersebut diminati pelanggan. Strategi ini sangat dipengaruhi oleh lokasi, tingkat kebutuhan penduduk sekitar dan kreatifitas pemilik dan pengelola salon. Misalnya saja dengan memberikan potongan harga bagi pelanggan tetap. Tanpa strategi pemasaran yang optimal, bisnis ini tidak akan mendapatkan pelanggan. Jika ini berlangsung secara terus menerus, maka lambat laun akan mengalami kerugian yang tidak sedikit. Utamanya bila obat-obat kimia dan peralatan yang telah dibeli menjadi rusak dan kadaluwarsa.

“Selain ketiga hal tersebut, juga diperlukan ketelatenan atau kesabaran. Saya rasa ini paling penting untuk memulai usaha salon kecantikan. Artinya, si pemilik salon harus selalu menjaga loyalitas pelanggan dengan mementingkan kepuasan mereka dan selalu mengikuti perkembangan tren. Tanpa itu, besar kemungkinan salon tersebut tidak akan bertahan lama.” (kd)


Bisnis Salon Kecantikan

Sekolah tata rambut dasar: Rp 4 juta waktu 4 bulan
Modal awal : Rp 10-15 juta
Panghasilan/bulan : antara Rp 250 ribu-Rp 25 juta


Warkop Beromzet Jutaan

Jangan remehkan usaha warung kopi (warkop). Meski kelihatannya sepele, ternyata usaha ini bisa menghasilkan omzet hingga juta rupiah. Seperti yang dilakukan oleh pria muda berputra dua ini. Lulus SMU pada 1997 sebenarnya Almak Afandi (28) ingin melanjutkan ke jenjang yang lebuh tinggi. Namun karena terbentur biaya, Almak akhirnya banting stir dengan mencoba berwiraswasta membuka warkop. Lokasi di pinggir rel kereta Jl. Ahmad Yani kemudian dipilihnya karena dekat dengan jalan raya dan banyak orang berlalu-lalang. Bermodalkan Rp 1,5 juta, Almak nekat membuka warkop yang diberinya nama “WS” alias Warung Sepur, karena lokasi persis di pinggir rel kereta api.

Tak disangka, warkop milik Almak berkembang dengan pesat. Saat ini Almak memiliki 4 pegawai yang dibagai dalam 3 shift. Warkop sederhana ini ternyata beromzet Rp 600-800 ribu pada hari biasa, dan Rp 1 juta pada hari Sabtu. Warkop WS ini buka 24 jam dari Senin-Sabtu dan tutup pada hari Minggu.

Padahal Almak hanya menjual minuman, rokok, dan makanan kecl saja. Untuk minuman Almak menyediakan teh, es teh, es jeruk, jeruk panas, kopi, kopi susu, jahe, Extra Joss, Extra Joss susu, dan susu panas. Sedangkan makanannya, Almak hanya dititipi oleh para tetangganya yang berdagang makanan ringan dan kue seperti pisang goreng, tahu isi, donat, kacang goreng, serta tak lupa rokok.

Entah mengapa, daya tarik warkop Almak mampu menarik minat pengunjung yang rata-rata anak kuliahan. “Mungkin karena semua pegawainya masih muda-muda jadi asyik saja cangkruk di warung saya,” ungkapnya.

Dalam sehari, Almak melayani hingga 80 gelas minuman panas dan 40 gelas minuman dingin. Dari hasil jerih payahnya ini, Almak mampu membangun rumah dan menyekolahkan adiknya ke jenjang kuliah. Almak juga sudah memiliki usaha sampingan lainnya yaitu pengelasan untuk dalam air.

Sayangnya, kini warkop miliknya mulai banyak pesaing. Bila dulu warkop miliknya satu-satunya yang berada di sepanjang rel kereta Jl. A. Yani. Kini mulai bermunculan puluhan warkop baru.

Untuk itu Almak harus berputar otak agar warkop miliknya tetap laris. Salah satunya adalah dengan memberi hiburan musik lewat tape recorder. “Saya memang sengaja tidak memasang TV biar tidak mengganggu para tetangga karena banyak yang cangkruk disini. Saya pasang tape recorder dengan volume yang samar-samar saja sudah asyik kog,” urai pria ini.

Kiat sukses yang dimiliki Almak adalah selalu ramah dan berusaha dekat dengan pembeli. Almak mengaku rata-rata kenal dengan para pengunjung atau pelanggannya. Kedepan, Almak ingin lebih meningkatkan layanan warkop miliknya dengan menyediakan aneka jus. Karena tak hanya pria saja. Beberapa wanita juga mulai terlihat senang cangkruk di warkop miliknya. Ia tidak menyediakan makanan karena di sebelahnya sudah ada beberapa warung makan. “Rata-rata mereka hanya menginginkan minuman jus yang belum bisa saya sediakan kecuali es jeruk,” pungkasnya. [kd]


Jenis usaha: warung kopi
Modal awal: Rp 1,5 juta
Omzet: Rp 20-23 juta/bulan
Biaya operasional: Rp 10 juta/bulan
Biaya pegawai: Rp 500 ribu/orang
Kiat sukses: Ramaha pada setiap pembeli yang datang

Anita Kusumawati Ekspor Batik Kayu

Bekerja dengan hati. Itulah kunci sukses Arif Anita Kusumawati, perajin batik asal Sidoarjo, Jawa Timur yang telah berhasil mengaplikasikan motif batik pada kayu. Bisnisnya ini sangat digemari di Negara-negara tetangga. Seperti apa kisahnya? Menekuni bisnis dari hobi merupakan salah satu kunci sukses yang dimiliki Anita. Kecintaannya pada motif-motif batik membawanya menekuni bisnis batik sejak 1997. Bahkan saat wanita kelahiran Lumajang ini belum memiliki ketrampilan untuk membatik, ia telah jatuh hati pada batik. Sampai-sampai profesinya sebagai sekretaris di salah satu perusahaan pun ia tinggalkan untuk memulai bisnis ini. Semua itu ia lakukan untuk melestarikan produk khas Indonesia.

“Saya ingat waktu itu saya hanya punya uang Rp 500 ribu. Kemudian saya belikan kain dan perlengkapan untuk membatik,” ujarnya mengenang masa itu.

Dengan berbekal uang Rp 500.000 itu dan kenalannya saat mengikuti kursus bahasa di Konsulat Jepang, Anita mulai membangun bisnisnya. Proses produksinya harus ia lakukan sendiri.

“Kalau ingin sukses menekuni suatu bisnis kita memang harus mencintai dunia itu dan mau melakukan segalanya sendiri. Apalagi dengan modal kecil seperti itu,” wanti-wanti Anita.

Pemasarannya pun ia lakukan dengan cara gethuk tular alias dari mulut ke mulut. Yang menjadi sasaran promosinya adalah warga Negara asing. Ia juga meminta bantuan pada teman-temannya di Konsulat Jepang untuk menawarkan kain batik karyanya.

Cara yang ia terapkan itupun berhasil. Tak berselang lama ia menerima order pertamanya dari salah satu kenalannya di Jepang. Jumlahnya pun cukup banyak. Yaitu, mencapai 12 juta helai kain batik. Motif batik itu ia tuangkan diatas kain katun, primis katun, sutra ataupun santung. Dan itu harus ia selesaikan dalam waktu 1,5 bulan.

Lima orang kerabat yang membantu proses produksi itu tentu tak mampu menyelesaikan pesanan tersebut. Akhirnya, ia pun menyewa beberapa tenaga honorer untuk membantunya.

“Agak repot memang. Tapi syukurlah order itu bisa diselesaikan tepat waktu,” sambung Anita.

Untuk mendapatkan order berikutnya memang membutuhkan waktu cukup lama. Pada 1999 Anita mulai berani mengikuti pameran produknya di salah satu hotel berbintang empat di Surabaya. Ternyata caranya ini berhasil menarik pelanggan. Sedikit demi sedikit ia mulai kebanjiran order. Sehingga, ia jadi rajin ikut pameran. Sampai saat ini, sudah 30 kali ia menggelar pameran. Ketika di wawancarai pun Anita sedang menggelar pameran tunggalnya 4–12 Maret lalu di Hotel Hilton Surabaya.

“Cara ini memang paling efektif untuk memperkenalkan produk kita. Terutama bagi bisnis dengan orientasi ekspor,” ucap anak kedua dari empat bersaudara ini.

Pada tahun itu pula Anita mulai mencoba mengaplikasikan batik pada kayu. “Kayu itu kan lebih fleksibel dan multifungsi. Jadi saya berani mencoba untuk mengaplikasikan batik ini pada kayu,” terangnya tentang _las an mengapa ia pilih kayu.

Saat pertama mencoba sulit memang. Tapi ia pantang mundur. Tekadnya untuk membuat sesuatu yang baru pada batik mengalahkan segalanya. Ternyata hanya beberpa kayu Jawa saja yang cocok di batik. Cocok disini berarti cocok bentuk, warna maupun baunya.

“Mengaplikasikan batik pada kayu memang sangat sulit. Karena motif yang telah ia lukis pada kayu tidak bisa dihapus layaknya pada kain. Jadi tingkat kegagalannya mencapai 10 hingga 15 persen,” papar perempuan yang masih memilih melajang ini.

Usahanya pun membuahkan hasil. Kayu-kayu polos yang dibelinya pada produsen mebel itu dibentuk indah dengan motif batik. Beragam desain tradisional batik telah ia modifikasi menjadi motif baru. Seperti figura foto, kalender, hiasan meja dan dinding sampai perlengkapan makan seperti piring, gelas, nampan dan sumpit. Ia bahkan membuat sebuah peta Indonesia yang ia tuangkan pada kain menjadi sebuah taplak atau pajangan dinding nan eksotik.

Produk barunya ini mendapat sambutan yang hangat. Para pelanggannya di Jepang sangat antusias menerima batik kayu bikinannya. Order pun mengalir deras. Saat ini ia juga telah mengekspor batiknya hingga ke Swedia, Italia dan Australia. Belakang pasar Hongkong pun sedang di jajalnya. Setiap bulannya omzet bisnis Anita berkisar Rp 20 juta dengan tingkat keuntungan sekitar 30 persen.(Nuy Harbis)


Prinsipnya Bekerja Dengan Hati

Selain bersikap sabar dan tekun menjalani bisnisnya, Anita menerapkan prinsip bekerja dengan hati. Terutama dalam hal pemasaran. Artinya, segalanya tak perlu diukur dengan uang. Meski produknya tak laku pun tak jadi soal.

“Kita harus ramah pada siapapun yang ingin melihat produk kita. Bukan uang ukurannya. Kalau kita menganggap seseorang tidak punya uang atau tidak akan beli lantas tidak dilayani. Jangan melihat dari fisik seseorang,” ucap alumnus Teknik Manajemen Untag ini.

Begitu pula dalam hal produksi. Anita mengutamakan perasaannya untuk menciptakan motof-motif batik buatannya. Anita banyak terinspirasi desain asal Bali. Ia juga harus peka terhadap keinginan pelanggannya di masing-masing Negara. Kualitas dan selera harus diperhatikan.

Pelanggannya di Jepang menyukai warna-warna soft seperti coklat dan terkadang biru. Sementara Swedia memilih produk batik dengan nuansa biru, dan Italia menyukai warna mencolok seperti merah, kuning, hijau dan biru. Sedangkan Australia lebih suka warna-warna kombinasi.

Untuk menjaga kualitas pun ia harus menemukan cara agar produk peralatan makannya tidak berbau dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Setelah dibatik, ia melakukan coating. Yaitu memberi lapisan akhir pada kayu agar tahan panas dan dingin. “Semua produk batik kayu ini kita kondisikan tidak berbahaya bagi anak-anak. Jadi semua harus di-coating,” tambahnya.[Nuy Harbis]

Modal Awal :Rp 500.000
Omzet per bulan: ± Rp 20 juta
Keuntungan per bulan: ± 30 persen
Kiat sukses: Bekerja dengan hati

Selasa, 10 Januari 2012

Hj. Faiqah Esmail, Pelopor Kampung Batik Jawa Timur

Kalau kita mengingat kata-kata “batik”, pikiran kita langsung melayang ke mana? Apakah Jogja, Solo, atau Pekalongan? Tapi kalau ternyata Surabaya punya kampung batik, tentu ini berita baru. Jangan salah, baru-baru ini, tepatnya tanggal 4 Mei 2008, di Surabaya ada satu wilayah yang dicanangkan sebagai Kampung Batik Jawa Timur oleh Walikota Surabaya Bambang D.H. Diharapkan kampung batik ini bisa menjadai ikon Surabaya dan Jawa Timur. Penghargaan pun diberikan oleh Wali Kota kepada Camat Genteng Bambang Udi Ukoro dan Hj Faiqah Esmail sekaligus mencanangkan Kawasan Tambak Dukuh I sebagai kampung batik.

Hj. Faiqah Esmail, adalah wanita yang memiliki ide awal mendirikan Kampung Batik Jawa Timur. Ini bermula ketika pada Juni 2007 lalu, wanita yang akrab dipanggil Faiqah ini berkunjung ke Solo. Dia kagum melihat perkembangan batik disana yang didukung penuh oleh masyarakat dan pemerintah. “Padahal di lingkungan saya di Kawasan Tambak Dukuh masyarakatnya sudah menjadi penjahit batik selama 20 tahun. Tetapi mereka belum memiliki inisiatif untuk membuat kampung batik seperti di Solo,” ungkapnya di show room miliknya.

Pulang dari Solo, Faiqah segera mengumpulkan para perajin batik di Jatim. Ia mengorbankan rumahnya untuk menjadi show room batik yang memamerkan batik hasil buatan para perajin dari seluruh Jatim. “Total ada 16 corak batik dari 16 kabupaten di Jatim yang dipamerkan dan dijual disini,” terangnya.

Tidak itu saja, Faiqah saat ini juga mampu menggairahkan kembali para penjahit batik di Kampung Tambak Dukuh Gg I. Sejak kampung ini dicanangkan sebagai “Kampung Baik Jatim”, para penjahit yang telah menempati lokasi tersebut sejak 20 tahun lalu mengaku kebanjiran order. Kampung yang punya ikon batik yang diberi nama Cak Mogen yang artinya pria pekerja keras. Harapannya nama ini bisa memberi semangat masyarakat Tambak Dukuh untuk giat bekerja. Bahkan di atap-atap rumah di kampong tersebut, kini telah dihiasi dengan lukisan batik dari 16 kabupaten di Jatim.

Puncak keberhasilan wanita asal Madura ini adalah dengan diraihnya Rekor MURI sebagai pembuatan logo batik raksasa pada 4 Mei lalu. Batik raksasa bermotif logo Kota Surabaya itu berukuran 9,8 x 19,4 meter yang dikerjakan selama 15 jam oleh 15 orang.

Kini, tiga di antara delapan anaknya mengembangkan bisnis yang sama. "Mereka sekarang mengembangkan usaha ini di Madura," jelasnya.

Tak hanya melayani pasar lokal, bisnisnya sudah merambah ke luar negeri. Pesanan dari Malaysia, Myanmar, dan negara Asia lainnya sering diterima. "Pokoknya, begitu ada pesenan, langsung saya kirim," tegasnya.

Padahal, Faiqah baru memulai usahanya pada 2002. Namun, dalam tempo relatif singkat, kini dia sudah memiliki 43 pekerja.

Bagi yang ingin belajar batik, Faiqah membuka show room-nya lebar-lebar. Siapapun boleh belajar membatik secara gratis ditempatnya. “Silakan bagi yang mau belajar membatik. Apalagi bila yang punya kemauan belajar anak-anak muda. Karena siapa lagi yang akan melanjutkan budaya bangsa ini kalau bukan generasi muda kita,” ungkapnya.

Paham Sejarah Batik
Kecintaan Faiqah pada batik tidak tanggung-tanggung. Ia bahkan khusus belajar tentang sejarah batik. Ini diawali saat Negara Malaysia mengklaim bahwa batik adlaah miliknya. Hati Faiqah berontak, ia pun mengumpulkan beragam informasi tentang sejarah batik. “Saya mengumpulkannya dari perpustakaan dan internet. Saya sampai minta tolong anak saya untuk buka internet karena saya nggak tahu caranya,” kelakarnya.

Dari sana ia mendapatkan informasi, bahwa batik berasal dari kerajaan Tarumanegara. Dimana kala itu Raja Tarumanegara menemukan batik dari firasat mimpi. Hingga kemudian dia menggunakan peralatan dan bahan seadanya untuk membuat batik.

Tidak itu saja, Faiqah juga mengoleksi batik-batik tua. Di showroomnya, batik-batik tua ia pigura dan dipajang di tembok-tembok showroomnya. Ia hanya berharap, mendapatkan dukungan dari pemerintah untuk tetap melestarikan batik ini. “Semoga kampong batik ini tidak punah dimakan zaman,” harapnya.[dewi]

FOTO: Batik Bojonegoro [Desa Jono, Kecamatan Temayang]

Minggu, 08 Januari 2012

PENIPUAN MODUS BARU

BI sdh memblokir 1.702 rekening yg disinyalir merupakan rekening utk menampung hasil kejahatan dengan nilai Rp 3.2 milliar (baca detik.com) 1. Sms minta pulsa, sms transfer ke rekening tertentu ini sdh ber-evolusi menjadi sms masuk dgn kalimat : hi ini siapa ya? Atau sms minta nama & alamat seolah mau kirim undangan nikah, yg membuat org iseng sms balik utk tanya balik dan dgn otomatis akan register content 2rb/sms tiap hr kena potong.

2. Sms nawarin e-ticket pesawat dgn harga murah: jika kita terjebak, mrk akan tanya nama, umur, tujuan & data detail, mrk akan book sesuai permintaan & akan minta kita check sendiri ke maskapai utk menyakinkan nama kita sdh ter-booked di slh satu penerbangan, setlh kita check & mmg bnr sdh ter-booked, mrk akan minta kita bayar, setlh bayar maka mrk akan lgsg cancel ke maskapai yg sdh kita book, akhirnya kita tdk akan dpt ticket tsb

3. Sms penawaran hp/electronic murah: sama modus nya, begitu kita reply sms nya kita akan otomatis ter-register content & akan terpotong 2 rb/sms tiap hr kena potong.

4. Pura2 ☎ slh sambung & missed call, mrk akan sms minta maaf salah ☎, kalo kita iseng ladenin sms bilang : g>:/ pa2, maka otomatis akan ter-register content lg yg kena 2 rb/ sms setiap hr kena potong ( ZR ) met pagi man teman.. Have a nice day..... salam*


Informasi buat teman semua yg saya copy dari teman di FB (Yuntri Djunaedi), mudah2an ada manfaatnya.

--dikopipaste dari FB Pak DH Abadinar