This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Minggu, 11 April 2010

Sedih dan Gembira

April adalah bulan yang selalu saja mengingatkan kita kepada perempuan hebat bernama Kartini. Ia adalah lambang perlawanan terhadap ketertinggalan dan penindasan atas perempuan. Karena itulah ia dijuluki pahlawan emansipasi perempuan.

Kini kita membayangkan, andai saja Ibu Kartini masih berada di tengah-tengah kita, ia akan menangis sejadi-jadinya melihat kaumnya masih saja dipinggirkan, masih saja harus terpelanting dari negri yang dicintainya, untuk menegakkan kehidupannya. Sudah begitu, masih dapat perlakuan kurang baik pula. Masih dicitrakan sebagai warga negara kelas sekian pula. Padahal, sekian banyak warga lain ikut (lebih) menikmati cucuran keringat, airmata, dan bahkan darah mereka!

Apalagi jika sampai dengar kabar mengenai bergelimpangannya BMI korban penipuan orang-orang jahat. Dan notabene, pelaku kejahatan itu sebagian besar adalah: laki-laki. Kaum perempuan adalah kaum ibu. Dari merekalah generasi penerus bangsa dilahirkan. Kalau ada pepatah mengatakan ibu adalah bumi, dan laki-laki adalah langit, seharusnyalah tidak dimaknai bahwa langit lebih tinggi daripada bumi dan karenanya lebih mulia. Langit dan bumi adalah pasangan, yang satunya tidaklah lebih tinggi dan lebih mulia daripada lainnya. Bumi menumbuhkan segala macam flora, hal yang tak bisa dilakukan oleh langit. Dan langit menurunkan hujan, hal yang tidak dilakukan oleh bumi. Karena itulah, pertentangan mana lebih mulia: laki-laki atau perempuan, hanyalah urusan orang-orang cupet nalar (pikiran sempit). Yang pasti, kalau ada kaum atau bangsa yang menistakan perempuannya, niscaya bangsa itu sedang berada di bibir jurang kehancurannya sendiri. Dan tangis Ibu Kartini akan semakin menjadi-jadi.

Tetapi, ada kabar lain yang bisa membuat Ibu Kartini trersenyum bangga. Banyak BMI-HK yang gigih menuntut ilmu sambil banting-tulang mengais rezeki di Negeri Beton ini. Ada yang ambil kursus, ada yang ambil diploma, ada pula yang rajin ke perpustakaan, dan kemudian menuliskan buah pikirannya. Ibu Kartini pasti tersenyum bangga. Dan akan mengelus dengan penuh kasih setiap kaumnya yang tak kenal putus asa memerjuangkan hak-haknya sebagai manusia, melawan siapa pun yang merendahkan atau bahkan menistakan perempuan.

Apalagi bila dengar rencana kawan-kawan akan menyelenggarakan Festival Sastra Buruh Migran. Ibu Kartini pasti bertambah bangga lagi. Bukan hanya di dalam perasaan, tetapi pastilah disertai tindakan. Beliau akan segera menghubungi Ketua Panitianya, dan meminta agar beliau diberi kesempatan untuk membuka acara yang sangat bergengsi itu. Beliau putri seorang bupati, pasti tidak akan terlalu susah untuk mendapatkan tiket pesawat kelas eksekutif sekalipun.

Maka, jika kelak Festival Sastra Buruh Migran jadi digelar di HK, kalau tidak dibuka Presiden atau Menakertrans, atau Menteri Pemberdayaan Perempuan, biarlah dibuka Ibu Kita Kartini!*

Menggelar Festival Sastra Buruh Migran, Mau?

’’Tolong sampaikan ide saya agar Pak Gubernur dan tokoh-tokoh Jawa Timur yang lain, syukur Pak Menteri, agar mau ngasih dukungan/sambutan pada acara yang digelar BMI-HK nanti via internet. Dari PC diproyeksikan ke screen di panggung. Ini belum pernah dilakukan oleh pejabat-pejabat kita, memanfaatkan internet untuk memantau aktivitas BMI atau sebaliknya. Saya yakin ini akan diikuti pejabat-pejabat lain. Dengan begitu, akan bisa enyelamatkan ratusan juta rupiah. Lha wong kita yang di sini ngumpulne uang receh untuk mendanai yayasan-yayasan, rumah baca, TPQ, dan kaum dhuafa di tanah air... mereka malah berbondong-bondong ngabisin uang negara utk hajat kecil. coba uang segitu buat rakyat kecil yang butuh, kan lebih bermanfaat.’’

Begitulah bunyi sebagian surat Mbak Susie Utomo (Peduli No 46) yang sangat inspiratif itu. Lalu kita teringat sebuah acara yang cukup bergaung yang pernah kita gelar 2007 di Blitar: Festival Sastra Buruh. Tahun 2008 dan 2009 sudah lewat tanpa acara yang semula digagas untuk digelar setiap tahun di bulan Mei itu.

Maka, surat Mbak Susie itu bagaikan nggugah macan turu (membangunkan singa dari tidurnya). Di dalam sarasehan istimewa yang berlangsung secara marathon dengan beropindah-pindah tempat: kamar dan lobi hotel, warung, pantai, ruang tamu, trotoar, di Trenggalek, Magetan, Madiun (6 – 8 Februari 2010) terbulatkanlah tekad untuk kembali menggelar festival itu tahun ini. Di bulan Mei nanti.

Namanya juga festival atau pesta, ia bisa digelar di mana saja. Bisa di Indonesia, bisa di Hong Kong, Taiwan. Bisa di Trengalek, atau di Kudus. Bisa di kota atau di desa yang jauh. Bisa pula digelar di pinggir laut macam di Karanggangsa itu. Bisa pula digelar secara serentak atau berurutan waktu di beberapa tempat sekaligus.

Begitu luwesnya. Kalau ada yang merasa perlu dan bisa mengundanag sastrawan BMI-HK untuk datang ke Indonesia, atau mengundang/mengajak sastrawan mantan BMI untuk unjuk karya: baca cerpen atau puisi di Hong Kong, ya silakan saja.

Ini adalah persoalan kemauan. Pemerintah boleh bilang lagi krisis keuangan, dana habis untuk pemilukada atau menyantuni korban bencana, silakan saja. Kita tidak tahu kondiosi yang sebenarnya. Karena rakyat diperbolehkan meminta (mengambil uang tabungan yang dibayarkannya melalui pajak dengan bermacam bentuknya) ya kita coba meminta. Kalau tidak diberi, apa pun alasannya, ya kita terima. Maksudnya, kita terima alasannya itu, apapun juga. Bukankah kita bukan pemalak?

Kita akan berupaya untuk, setidaknya, menginspirasi banyak orang, termasuk para pemegang kendali kebijakan dari tingkat rukun kampUng, rukun kabupaten, rukun provinsi, atau rukun negara, bahwa pertama-tama adalah niat. Adalah kemauan, dan keyakinan bahwa yang diniati, yang dimaui, adalah sesuatu yang bagus, baik, ada manfaatnya.

Festival Sastra Buruh Migran itu, di mana pun dapat digelar, dengan sederhana atau Pun dengan gegap-gempita, ia tetaplah sesuatu yang besar, adalah sebuah prestise, sebuah kebanggaan bagi kawan-kawan buruh migran di mana pun berada, bahkan bukan hanya bagi mereka yang menyukai tulisan (sebagai penikmat atau pun sebagai kreator). Sebab, istilah buruh migran itu sudah otomatis nggepyok semuanya, seperti ketika masyarakat memiliki kesan negatif terhadap BMI, padahal konon sesungguhnya kalaulah ada yang layaK dilabeli negatif itu hanya sebagian sangat kecil saja, yang ikut terkena getahnya toh juga semua BMI? Begtulah gambarannya. Dan kita berkepentingan untuk menegakkan rasa bangga kita sebagai manusia yang berkarya, apa pun bidang yang kita geluti sekarang ini.

Jadi gimana ini, menggelar Festival Sastra Buruh Migran 2010, mau? Yuukkkk……….. ya!