This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Selasa, 17 November 2009

Pertanian Kita dalam Peta Dunia

Melihat pandangan negara-negara lain terhadap Indonesia dalam pertemuan multilateral APEC di Singapura, terasa bahwa kita adalah negara yang dipandang penting dalam peta dunia.Sebagai negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan memiliki pertumbuhan ekonomi ketiga tertinggi setelah China dan India, Indonesia dinilai penting dalam menjaga keseimbangan pertumbuhan ekonomi global.


Hal tersebut juga berlaku dalam bidang pertanian. Berdasarkan data statistik dunia, Indonesia adalah penghasil pertanian terbesar keenam dunia dengan nilai keluaran sekitar 60 miliar dollar Amerika Serikat (2007). Indonesia adalah produsen biji-bijian pangan (sereal) terbesar kelima dan produsen buah-buahan terbesar kesepuluh di dunia. Indonesia juga produsen beras nomor tiga di dunia setelah China dan India meski merupakan konsumen terbesar ketiga juga setelah China dan India. Sekadar menambahkan, Indonesia adalah produsen minyak sawit mentah (CPO) terbesar dunia, nomor tiga untuk karet dan kakao, nomor empat untuk kopi, dan nomor enam untuk teh.

Arti penting pertanian Indonesia itu terefleksikan dalam berbagai usaha mencari solusi persoalan global. Melalui posisi Indonesia yang kian terhormat di forum-forum internasional— ASEAN, APEC, atau G-20—peran Indonesia dapat lebih banyak tersampaikan.

Ketidakpastian iklim
Dalam ketahanan pangan dan terkait perubahan iklim, Indonesia adalah korban ketidakpastian iklim, tetapi sekaligus dapat menawarkan solusi. Ketidakpastian iklim telah menimbulkan masalah bagi ribuan petani Indonesia yang menghadapi kekeringan, kebanjiran, atau siklus iklim yang berubah-ubah.

Ketidakpastian iklim membuat produktivitas kian sulit ditingkatkan, gejolak harga kian membingungkan. Bahkan, beberapa pulau di Indonesia terancam berat abrasi air laut dan terancam tenggelam.

Namun, Indonesia juga dapat menawarkan solusi. Pertama, dengan membangun ketahanan pangan sendiri, Indonesia telah turut berkontribusi dalam ketahanan pangan global. Pengalaman krisis pangan tahun 2008 menunjukkan, ketidakstabilan pangan pada satu negara dapat memicu persoalan, bukan melalui perdagangan atau investasi, tetapi melalui informasi.

Tahun 2008, Filipina membutuhkan tambahan amat besar stok beras. Keadaan ini menyebabkan harga beras melambung tinggi, termasuk di negara-negara yang telah berswasembada beras bahkan pada negara-negara eksportir. India yang mengalami masalah penurunan produksi gula tahun 2009 juga menyebabkan kenaikan harga gula di beberapa negara. Artinya, dengan Indonesia mampu menjaga stabilitas ketahanan pangan, selain untuk kepentingan rakyat Indonesia sendiri, maka akan dapat memberi solusi—setidaknya mengurangi beban—persoalan ketahanan pangan global.

Kedua, menambah pasokan pangan tetap merupakan agenda besar di seluruh dunia. Ketersediaan lahan dan air menjadi amat penting. Indonesia masih memiliki kedua sumber daya alam penting itu. Badan Pertanahan Nasional telah mengidentifikasi lahan seluas 7,1 juta hektar yang dapat dimanfaatkan untuk perluasan areal tanaman pangan. Sebagian di antaranya dapat dibuka untuk kerja sama internasional menambah pasokan pangan pasar global, sebagian lainnya untuk penambahan pasokan pasar domestik.

Strategis
Karena itu, amat strategis langkah Presiden RI menawarkan revitalisasi industri dan pertanian—khususnya untuk gula, pupuk, daging, kedelai, dan hal-hal terkait daya saing sektor pangan—sebagai kesempatan investasi kepada para pemimpin dunia usaha di ”CEO Summit” pertemuan APEC Singapura.

Investasi di bidang-bidang itu dapat bermakna ganda, sebagai peluang yang menguntungkan serta sebagai bagian solusi ketahanan pangan global dan membangun pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih berimbang.

Hal itu harus dilakukan dengan tetap melakukan pembenahan diri ke dalam. Petani, industri, pedagang, dan semua pelaku pertanian diajak untuk lebih proaktif melakukan adaptasi dan mitigasi lingkungan.

Semua praktik keseharian yang tak ramah lingkungan harus dikurangi bersama bahkan dihilangkan. Iklim investasi terus diperbaiki sehingga memberi apresiasi lebih besar bagi ”investasi hijau”. Pemerintah akan menyambut tiap kreativitas dan inovasi petani untuk dapat lebih hemat air. Apresiasi akan diperoleh pemerintah daerah jika menerapkan kebijakan yang efektif dalam melarang pembakaran sampah atau sisa tanaman di permukiman, sawah, kebun, apalagi di hutan; dan aneka kegiatan prolingkungan lainnya. Efisiensi industri dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan akan mendapat respons positif dari konsumen.

Semua itu jelas tak dapat dilakukan sendiri. Menteri Pertanian dengan tepat melakukan pendekatan lebih terbuka kepada dunia usaha untuk membangun kerja sama sinergis. Penguatan organisasi pertanian dengan struktur baru pun akan didayagunakan untuk mengurai sumbatan kebijakan dan pelaksanaannya, sekaligus mencari terobosan bersama lintas sektor.

Semua itu diharapkan dapat kian mengaktualisasikan peran pertanian di dunia bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat; dan tidak hanya menjadi angka-angka statistik belaka.

Bayu Krisnamurthi Wakil Menteri Pertanian

Kompas, Rabu, 18 November 2009


Sambel Pecel Mbah Suti


Yang namanya nasi pecel sudah sangat familier bagi telinga kita. Menu makan yang terdiri dari nasi dengan sayuran dan kecambah yang dikukus lantas disiram dengan sambal pecel ini, hampir di setiap daerah bisa dijumpai: di kota maupun desa.

Kini, nasi pecel bukan lagi monopoli kalangan bawah dan menu pokok di warung kaki lima. Rumah makan mewah dan yang layak disebut restauran pun menyediakannya.

Banyak orang beranggapan, nasi pecel merupakan menu yang sangat cocok bila dimakan sebagai sarapan. Namun, bagi Mbah Suti nasi pecel bisa dinikmati kapan saja, baik pagi hari, sore, maupun tengah malam. Mbah Suti telah membuktikan keyakinannya itu sejak tahun ’80-an.

Warung Nasi Pecel Mbah Suti ini ada di RT 18, Dusun Kauman, Desa Ngantru Kecamatan Kota Kabupaten Trenggalek, tepatnya 500 m sebelah barat RKPD Trenggalek.

Yang membedakan dengan warung-warung yang lain adalah waktu bukannya. Warung Mbah Suti ini setiap harinya mulai dibuka menjelang malam larut, yaitu tepatnya mulai pukul 24.00 wib sampai pagi.

Usaha yang dijalankan Mbah Sutini ini sebenarnya merupakan warisan dari orang tuanya usaha yaitu Mbah Suti (almarhum ).

Sedangkan saat ini yang menjalankan usahanya adalah cucu dari Mbah Suti, anak dari Mbah Sutini, karena Mbah Sutini sendiri saat ini sudah tidak mampu lagi untuk melakukan aktivitas berjualan ataupun membuat masakan.

Jualan Keliling
Menurut penuturan Mbah Sutini mengapa usahanya sampai saat ini dikenal dengan sebutan Mbah Suti, bahkan anak perempuannya yang meneruskan usahanya, biarpun masih muda ya mendapat sebutan Mah Suti, hal ini sebenarnya ada sejarahnya.

’’Dari dulu sampai sekarang orang mengenal ya Mbah Suti. Dulu sebenarnya ibu saya namanya Suti dan saya merupakan anak satu-satunya kebetulan diberi nama Sutini, ibu saya sejak tahun 1963 berjualan nasi pecel dengan cara berkeliling. Ketika itu saya masih kecil dan sering diajak keliling untuk menjajakan dagangannya,’’ tutur Mbah Suti.

’’Kegiatan itu dijalani ibu saya sampai sekitar tahun ’70-an, kemudian saya teruskan hingga tahun 1983, lantas saya berhenti jualan keliling dan mencoba untuk membuka warung yang lokasinya dirumah sendiri,’’ lanjutnya.

Sejak ia tidak jualan keliling lagi dan membuka warung nasi pecel ternyata usaha yang dirintis itu berjalan dengan lancar karena pembelinya kebanyakan adalah pelanggan yang selama ini dilayani dan ditambah dengan adanya pelanggan-pelanggan yang baru.

Mengapa ia membuka atau mulai berjualan ketika hari telah larut malam. Ternyata Mbah Suti mempunyai alasan sendiri.

” Awalnya memang saya sengaja untuk melayani orang-orang yang biasanya jaga pada malam hari atau orang-orang yang yang senang cangkrukan sampai tengah malam, lha ternyata kok sampai sekarang dijadikan tempat jujugan ya alhamdulillah” tutur Mbah Suti.

Sampai saat ini warung pecel Mbah Suti dikenal dengan warung tengah malamnya. Namun yang lebih dikenal lagi adalah bumbu pecelnya.

Dari Nasi ke Bumbu
Berawal dari adanya pelanggan yang memesan sambel pecelnya yang katanya untuk oleh-oleh yang di rumah, hal itu terbersit dalam pikiran Mbah Suti untuk membuat sambel pecel yang nantinya dikemas sebagai oleh-oleh.

Dan itu betul-betul dilakukan sejak tahun 1990 sampai sekarang. Menurut Mbah Suti, dengan tersediannya sambel pecel yang dikemas dalam kantong plastik tersebut ternyata bisa menambah pelanggan serta pemasukan setiap harinya.

Untuk memenuhi kebutuhan sambel pecel bagi warung nasinya serta untuk dijual dalam bentuk kemasan Mbah Suti tidak banyak mengalami kendala, tinggal menambah porsi atau jumlah sambalnya saja. Namun, saat ini justru lebih banyak yang dijual berupa sambal dalam bentuk kemasan daripada yang digunakan untuk jualan nasi pecelnya.

Semua kegiatan tersebut awalnya dilakukan sendiri dengan dibantu oleh ketiga anaknya yang masing-masing mempunyai tugas sendiri sendiri.

Namun, saat ini berhubung anak-anaknya telah berumah tangga sendiri-sendiri dan hanya tinggal bungsunya saja yang kelihatannya nantinya yang akan meneruskan usahannya maka untuk memenuhi kebutuhan atau permintaan pelanggan Mbah Suti mempekerjakan beberapa orang untuk membantu menjalankan usahanya.

Setiap harinya ia paling tidak Mbah Suti membuat sambel pecel sebanyak tiga kali masakkan, dalam sekali masak sebanyak rata-rata menghasilkan 6 kg sambal.

Namun bila stok sambalnya mulai menipis dalam sehari bisa juga memproduksi sebanyak 5 kali masak, jadi setiap hari paling tidak Mbah Suti memasak sambel 18 sampai 30 kg.

Sambal pecel buatan Mbah Suti ini selain rasanya yang enak ternyata memiliki daya tahan yang cukup bagus. Bila disimpan dengan baik bisa bertahan samoai 1 bulan tanpa mengalami perubahan baik rasa maupun warnanya.

Cara Tradisional
Dalam pengolahannya Mbah Suti tetap mempertahankan sistem tradisional yaitu mulai penggorengan bahan baku sampai menumbuknya dilakukan dengan tangan atau manual.

Sambal Pecel Mbah Suti ini yang dalam bentuk kemasan dijual dengan harga Rp 30.000 untuk ukuran satu kilogram, Rp 15.000 untuk ukuran ½ kilogram dan Rp 7.500 untuk ukuran ¼ kilogram.

Pemasaran sambel pecel cukup dilakukan di rumahnya saja, karena pembeli biasanya datang sendiri baik yang berasal dari lingkup Trenggalek maupun yang datang dari luar daerah.

Pembeli sambel kemasan Mbah Suti ini kebanyakan dari kalangan konsumen rumahan, namun yang paling banyak justru pesanan dari luar daerah Trenggalek.

Bahan- bahan untuk membuat sambel pecel ini menurut penuturan Mbah Suti sebenarnya sama saja seperti sambel-sambel pada umumnya.

Bahan-bahan yang diperlukan antara lain, kacang tanah, cabe, bawang, kencur, asam jawa, gula merah, garam, dan daun jeruk pecel.

’’Sambal yang saya buat ini bahannya sama persis dengan sambal –sambal pada umumnya, mungkin cara pembuatannya saja yang membedakan. Lagipula, masakan itu biarpun bahannya sama tapi lain yang memasak lain pula rasanya,’’ ujar Mbah Suti.

Maka, biarpun saya sudah tidak mampu lagi membuat sambal namun untuk meracik bumbu tetap saya sendiri yang menentukan.

Untuk kemasannya yang semula hanya cukup dibungkus menggunakan kantong plastic biasa, untuk menunjang tampilan yang menarik kini sambal yang berada dalam kantong plastic tersebut telah dibungkus lagi dengan menggunakan kotak mika dan diberi label ”Mbah Suti” lengkap dengan alamat dan nomer teleponnya. Sehingga bila ada yang ingin memesan bisa menghubungi lewat telepon lebih dahulu.

Resep supaya Awet
Kiat untuk membuat sambal pecel awet dan enak ala Mbah Suti yaitu perlakuan bahan-bahan baku sebelum diproses menjadi sambal merupakan kunci utamannya.

Pertama-tama, bahan baku kacang tanah harus dipilih yang bagus, dicuci bersih dan dikeringkan. Kemudian kacang tersebut digoreng sanggan (dalam wingka tidak menggunakan minyak goreng).

Dalam proses menggoreng ini, paling baik menggunakan tungku kayu bakar, dan apinya tidak boleh terlalu besar sehingga hasil gorengannya tidak ada yang gosong.

Setelah kacang masak lantas didinginkan, setelah dingin kemudian dihilangkan kulit arinya sehingga yang tinggal adalah butiran kacang yang kelihatan putih bersih.

Langkah selanjutnya adalah mempersiapkan bumbu-bumbu yang akan digunakan yaitu, cabe rawit merah, asam jawa, kencur, daun jeruk pecel, dan bawang putih.

Semua bahan bumbu tersebut ukurannya menurut Mbah Suti tinggal menurut perasaan masing-masing yang masak. Bumbu yang telah siap tersebut kemudian dikukus sampai masak.

Kemudian proses selanjutnya adalah mencampur bumbu tersebut dengan kacang tanah, dan gula merah lantas ditumbuk sampai halus dan tidak lupa diberi garam secukupmya. Tapi menurut penuturannya jangan sekali-kali memberi campuran penyedap rasa biarpun hanya sedikit, karena sambal akan cepat basi.[pur]


Kamis, 12 November 2009

Membangun Rumah dari Jauh

Orang Jawa memiliki pedoman untuk mengukur kualitas kehidupannya yang meliputi kepemilikan: curiga, garwa, wisma, turangga, kukila.

Curiga, arti harfiahnya adalah keris atau pusaka. Ia juga bisa dimaknai sebagai senjata, walau di zaman modern ini fungsi keris sebagai senjata sudah amat jarang ditemui. Kini, keris adalah simbol, bahkan sering lebih dinilai sebagai benda seni warisan leluhur. Keris adalah ketajaman. Sebagai simbol, ia dapat berupa ketajaman wawasan, ketajaman berpikir, ketajaman intuisi untuk menjalani hidup ini dan dengan tingkat ketajaman tertentu, seiring capaian usia tertentu, seseorang layak, pantas, dan bahkan ’harus’ mendapatkan garwa: suami atau istri. Garwa bisa dimaknai sebagai sigaraning nyawa, belahan jiwa, gantilaning ati. Nah, kalau garwa sudah dimiliki, kebutuhan berikut yang menjadi primer adalah wisma: rumah. Begitu jika digagas secara alamiah. Seperti burung, mendapatkan jodohnya dahulu baru mempersiapkan sarangnya untuk bertelur, mengeraminya, dan kemudian membesarkan anak-anak mereka. Walau, dalam kenyataannya, banyak pula bujangan yang sudah mempersiapkan rumah, atau kandang yang megah.

Ketika anak-anak beranjak besar, sudah memerlukan kamar belajarnya masing-masing, memerlukan kamar tidurnya masing-masing, sedang keadaan masih belum memungkinkan memiliki rumah, dan masih saja menempel di ’’pondok mertua indah’’ itu dapat menjadi salah satu alasan untuk memilih mencari pekerjaan di luar negri.

Nah, ketika uang mulai didapat, dan sudah mencapai jumlah yang diperlukan untuk membangun sebuah rumah yang layak, sedangkan bekerja di luar negri masih perlu dilanjutkan, pilihan yang sering diambil adalah: mengirimkan sejumlah uang itu ke kampung halaman agar pembangunan rumah cepat selesai. Apakah itu pilihan yang bijak? Tulisan ini dibuat tidak untuk mengatakan bahwa pilihan itu tidak atau kurang bijak, melainkan hanya sekadar memaparkan beberapa risiko yang mungkin timbul.

Dahulu, ketika orang membangun rumah berbahan dasar kayu (dinding, rangka, pilar, kusen, pintu, jendela), rumah boleh dipandang sebagai aset bergerak. Maksudnya, ia bisa dipindahkan ke tempat lain, bisa dijual, tanpa harus sekalian tanahnya. Rumah itu bisa dibongkar dan kemudian diusung ke tempat yang diinginkan oleh pembelinya. Sekarang, orang membangun rumah rata-rata berbahan dasar semen dan batako/batu bata. Bahkan, rangkanya pun sering dibuat dari beton. Maka, jadilah rumah itu sebagai aset diam atau aset tak bergerak. Ia tidak bisa dipindahkan, tidak bisa dijual kecuali berikut tanah tempat bangunan rumah itu didirikan.

Karena itu rumah mesti dibangun dengan wawasan jauh ke depan, karena rumah yang baik bisa bertahan layak pakai sampai 25, 30, bahkan 50 tahun. Rumah bukanlah barang yang bisa dengan cepat kita utak-atik kalau sewaktu-waktu bosan dengan desain atau arsitekturnya. Membangun rumah harus dimulai dengan pertimbangan yang benar-benar matang. Bahkan, sebuah gambar/desain dengan harga jutaan rupiah pun dibeli orang untuk dapat mewujudkan rumah idamannya.

Faktor pertama yang memengaruhi seseorang untuk menjatuhkan pilihan terhadap salah satu model rumah tentunya adalah selera. Repotnya, tak jarang selera suami berbeda, bahkan bertentangan dengan selera istri. Jika terjadi hal demikian, jalan tengah mesti ditemukan. Satu hal yang tak boleh dilupakan yakni bahwa yang menentukan selera kita adalah pengetahuan atau wawasan kita mengenai sesuatu, dalam hal ini mengenai arsitektur, termasuk kalau mau percaya: fengsui. Seperti yang diisyaratkan namanya, fengsui itu berbasis budaya China. Sebenarnya, walau kalah populer, orang Jawa juga memiliki perhitungan serupa.

Seiring dengan perkembangan pengetahuan atau wawasan kita, selera kita terhadap model rumah juga berkembang atau berubah. Bagaimana kalau sebentar-sebentar selera kita berubah, dan kemudian kita selalu tidak puas walau berkali-kali rumah kita dipermak setelah puluhan bahkan ratusan juta rupiah kita habiskan untuk membangunnya? Kalau kita selalu punya uang untuk merenovasinya, satu persoalan teratasi. Tetapi di Jawa, terutama di pedesaan, kelewat rajin memperbaiki rumah juga akan memancing rasan para tetangga, dikira kita punya pesugihan ’’kandhang bubrah.’’

Maka, cara mengatasi persioalan akibat perkembangan selera ini adalah dengan mempersiapka diri sebaik-baiknya dengan menambah wawasan, dengan melihat dan membaca buku atau majalah-majalah khusus property yang sekarang banyak beredar.

Ada lagi potensi konflik akibat komunikasi jarak jauh. Walau teknologi memungkinkan kita bisa bercakap-cakap via telepon berjam-jam saban hari, jarak tetap potensial menimbulkan problema. Setelah seorang suami atau istri mengirimkan sejumlah uang kepada pasangannya di kampung, apakah rumah yang diinginkan benar akan segera dibangun dan diselesaikan? Apakah kelak rumah itu akan jadi sesuai dengan pesanan? Bukankah guyon yang sering kita dengar adalah: suami yang ’kreatif’ akan membangun dua buah rumah dari sejumlah uang yang dikirim --untuk membangun sebuah rumah—istrinya: sebuah untuk diri dan istrinya, dan sebuah lagi untuk perempuan yang lain! Nah, celaka tigabelas bukan, jika guyon getir itu jadi kenyataan?

Dan masih ada kemungkinan yang lebih pahit lagi, yakni jika uang yang dikirim ternyata tidak menjadi apa-apa, habis untuk berfoya-foya suami, kalah judi, atau membiayai kehidupan perempuan lain yang bukan sanak-bukan saudara. Ingatlah, uang itu sendiri sering jadi sumber persoalan.

Maka, jika pembangunan rumah itu masih bisa ditunda, menyimpan uang lebih dahulu di bank, dalam bentuk tabungan atau deposito berjangka agaknya bisa jadi pilihan yang lebih aman. [Bonari Nabonenar, bonarine@yahoo.com]